logo
Short Landscape Advertisement Short ~blog/2022/2/1/pak prihadi
Bersama Kita Membangun Kemajuan Industri Smelter Nasional
News

Aset Inalum Jadi Rp162 Triliun

Tahun 2017 setelah inbreng aset PT Inalum (Persero) hanya 93 triliun rupiah, kemudian sesudah membeli Freeport menjadi 162 triliun rupiah.

JAKARTA - Induk usaha (holding) pertambangan PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) membukukan aset sebesar 162 triliun rupiah pada akhir 2018 atau melesat 74 persen dibanding 2017 setelah divestasi saham PT Freeport Indonesia.

“Tahun 2017 setelah inbreng asetnya 93 triliun rupiah, kemudian sesudah membeli Freeport menjadi 162 triliun rupiah,” kata Direktur Utama Inalum, Budi Gunadi Sadikin, pada peresmian lembaga riset tambang di Jakarta, Jumat (1/2).

Aset Inalum pada 2016 tercatat sekitar 23 triliun rupiah, kemudian setelah holding tambang pada tahun 2017 melesat menjadi 93,2 triliun rupiah dan pada akhir 2018 menjadi 162 triliun rupiah setelah melakukan pembelian saham PT Freeport Indonesia. Besaran kas yang dibukukan oleh holding pertambangan ini juga tercatat naik 25 persen menjadi 23 triliun rupiah dibandingkan 2017 sebesar 18,3 triliun rupiah.

Selain aset yang tumbuh melesat, Budi menjelaskan bahwa utang yang dibukukan mengalami peningkatan sebesar 417 persen dari 14 triliun rupiah pada 2017 menjadi 72,7 triliun rupiah pada 2018. Sementara itu, ekuitas perseroan juga tercatat meningkat dari 66 triliun rupiah pada 2017, menjadi 74,3 triliun rupiah pada 2018.

Budi menambahkan, pada tahun ini, Inalum akan fokus pada pengerjaan empat proyek hilirisasi yang terdiri dari pembangunan pengolahan bauksit menjadi alumina bersama PT Aneka Tambang Tbk di Kalimantan Barat, pembangunan pengolahan batu bara menjadi gas dan produk turunan lainnya yang akan dilakukan oleh PT Bukit Asam Tbk di Riau.

Selanjutnya, pembangunan smelter tembaga yang akan dilakukan oleh PT Freeport Indonesia dan penjajakan pengolahan nikel menjadi bahan utama yang dapat digunakan oleh industri baterai.


Proyek Hilirisasi


Terkait proyek pengolahan batu bara menjadi gas yang dilakukan bersama anak usaha, PT Bukit Asam Tbk, di Peranap, Riau, Budi menyatakan proyek dengan nilai investasi dua miliar dollar AS tersebut menjadi satu dari empat proyek hilirisasi tahun ini yang dilakukan holding tambang.

“Mudahmudahan akan berjalan tahun ini, tempatnya di Peranap, miliknya Bukit Asam. Produksinya bisa 1,4 miliar ton DME per tahun sebagai pengganti LPG,” kata Budi. Ia menjelaskan proyek hilirisasi batubara ini nantinya akan memberi nilai tambah dengan mengolah batubara menjadi komoditas lainnya, yakni synthetic natural gas (SNG), methanol, dan dimethyl ether (DME).

Budi mengatakan dari proyek hilirisasi dapat memproduksi 1,4 miliar ton DME per tahun yang bisa menggantikan LPG sebagai energi primer. Ia menambahkan energi bersumber dari batu bara akan lebih mudah dibandingkan dari energi lain seperti gas dan diesel. Ia mencontohkan biaya produksi pembangkit listrik berbahan bakar diesel sebesar 11–12 sen dollar AS per kWh, sedangkan gas 9–10 sen dollar AS per kWh.

Sementara itu, jika menggunakan batu bara lebih murah 4–5 sen dollar AS per kWh. Pada tahun ini, Inalum akan fokus pada pengerjaan empat proyek hilirisasi, yakni pembangunan pengolahan bauksit menjadi alumina bersama PT Aneka Tambang Tbk di Kalimantan Barat, pembangunan pengolahan batubara menjadi gas dan produk turunan lainnya yang akan dilakukan oleh PT Bukit Asam Tbk di Riau.

Selanjutnya, pembangunan smelter tembaga yang akan dilakukan oleh PT Freeport Indonesia dan penjajakan pengolahan nikel menjadi bahan utama yang dapat digunakan oleh industri baterai.