Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah memberikan izin rekomendasi ekspor konsentrat kepada PT Freeport Indonesia hingga 11 Januari 2017. Perpanjangan ini sudah keenam kalinya didapat perusahaan tambang asal Amerika Serikat ini, sambil menunggu pembangunan smelter selesai.
Namun, menurut Dirjen Minerba Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono, memastikan pada 2017, semua konsentrat dan mineral yang diekspor harus melalui proses pemurnian terlebih dahulu.
Jika tidak, Bambang menegaskan, perusahaan tambang tak diperbolehkan lagi ekspor konsentrat mentah termasuk Freeport. “Ya bisa saja itu, kalau melihat itu, ya bisa saja 2017 (disetop),” ujarnya di Jakarta.
Namun, Bambang mengungkapkan, Freeport tetap bisa melakukan ekspor konsentrat pada tahun depan. Sebab, kandungan konsentrat yang diolah Freeport sudah memiliki nilai tambah hingga 90 persen.
Oleh karena itu, tambahnya, pihaknya akan melakukan pembicaraan dengan kementerian dan lembaga lainnya untuk menutup ekspor mineral mentah atau konsentrat pada 2017.
Sementara itu, tutur Bambang, kebijakan pelarangan ekspor ini juga masih menunggu revisi Undang-undang nomor 4 tahun 2009 tentang mineral dan batubara. “Kita berharap semoga sebelum 2017 undang-undangnya selesai,” tandasnya.
Polemik Freeport Indonesia dengan pemerintah kini sudah mereda. Hal tersebut ditandai dengan hadirnya CEO Freeport McMoran Richard Adkerson yang bertemu Menteri ESDM Ignasius Jonan untuk mencabut rencana gugatan arbitrase dari Freeport.
SEKITAR 60 ribu hektare lahan di Provinsi Bangka Belitung sudah sangat kritis dan lebih dari 150 ribu hektare kritis akibat aktivitas pertambangan timah.
Pemerintah tengah memfokuskan pengembangan industri berbasis smelter khususnya berbasis bijih nikel dan stainless steel di kawasan Indonesia Timur. Salah satu fokus pengembangan adalah Kawasan Industri Morowali yang dikelola oleh PT Indonesia Morowali Industrial Park (PT IMIP), berlokasi di Kabupaten Morowali, Provinsi Sulawesi Tengah.