Anggota DPR: Bandara Morowali mendesak direalisasikan
Anggota Komisi V DPR RI yang membidangi infrastruktur dan perhubungan Ahmad H. Ali meminta pemerintah pusat segera menyelesaikan pembangunan bandar udara di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah, karena sangat mendesak untuk percepatan pembangunan daerah.
"Kami memandang bahwa Morowali sudah sangat membutuhkan bandara untuk meningkatkan akses perhubungan udara guna mempercepat pembangunan ekonomi yang terkenal dengan hasil tambang dan perkebunan itu," kata Ahmad H. Ali di Palu, Minggu.
Politisi Partai NasDem dari daerah pemilihan Sulawesi Tengah itu menyebut Kabupaten Morowali merupakan salah satu kawasan potensial untuk pertambangan nikel, emas serta perkebunan kelapa sawit dan karet yang sedang ramai dilirik investor.
Karena itu, kata Haji Matu, panggilan akrab Ahmad H. Ali, daerah tersebut masuk sebagai salah satu kawasan industri pertambangan yang saat ini sedang dibangun smelter berskala besar yang dimiliki PT. Bintang Delapan Mineral dan sejumlah investor lainnya.
"Kabupaten Morowali merupakan salah satu kabupaten potensial yang banyak diminati investor di bidang pertambangan dan perkebunan, olehnya daerah itu butuh infrastruktur perhubungan udara," ujarnya.
Morowali dan Morowali Utara saat ini hanya bisa dijangkau dengan jalan darat dari Palu dengan jarak 500 kilometer dan dari Kendari, Sulawesi Tenggara sekitar 350 kilometer dengan waktu tempuh antara 12 sampai 15 jam.
Dirinya mengutarakan saat ini pemerintah Kabupaten Morowali telah menyiapkan lahan untuk membangun landas pacu sepanjang 1.600 meter di bandara tersebut, namun Kementerian Perhubungan baru dapat menyelesaikan pembangunan sekitar 1.050 meter.
"Lahan yang sudah pasti yaitu 1.600 meter, nah hal ini butuh perhatian pemerintah pusat untuk menurunkan anggaran agar bandara tersebut dapat diselesaikan pada 2016 ini," ujarnya.
Ia menguraikan bahwa untuk menyelesaikan pembangunan landasan pacu Bandara Morowali sepanjang 1.600 meter, dibutuhkan anggaran sekitar Rp100 miliar.
Haji Matu berharap kebutuhan anggaran tersebut bisa dimasukkan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2016.
Pembangunan Smelter Grade Alumina Rrefinary (SGAR) yang memproduksi alumina di Mempawah, Kalimantan Barat memasuki tahap studi kelayakan alias feasibility study. Pembangunan smelter tersebut akan dilakukan oleh PT Aneka Tambang Tbk (Antam) dan PT Indonesia Aluminium (Inalum).
PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) mengajukan tambahan kuota ekspor nikel kadar rendah atau di bawah 1,7% sebesar 3,7 juta ton wet metrix ton (WMT). Padahal, Antam baru saja mengantongi izin ekspor bijih nikel kadar rendah (ore) sebesar 2,7 juta WMT.
Perusahaan tambang timah terbesar kedua dunia, PT Timah, Tbk (TINS) membukukan laba bersih Rp 251,9699 miliar di tahun 2016. DIbanding tahun 2016, laba bersih perseroan naik 150% dimana laba bersih tahun 2015 sebesar Rp 101,5 miliar.