Boleh Ekspor, Perusahaan Tambang Tetap Wajib Bangun Smelter
"Setiap tahun harus ada (kemajuan), sampai tahun kelima harus 100 persen (selesai pembangunan smelternya). Kalau tidak, tahun pertama pun akan ada sanksinya"
Mulai Januari 2017, perusahaan pertambangan yang belum membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) sudah tidak bisa lagi mengekspor hasil tambangnya. Saat ini pemerintah masih terus mencari solusi agar perusahaan tambang bisa tetap ekspor tanpa melanggar ketentuan Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan pemerintah sedang berupaya melonggarkan ketentuan ekspor mineral mentah. Pelonggaran ini dilakukan dengan merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (minerba).
Meski begitu, Darmin memastikan revisi aturan ini tidak menghilangkan kewajiban perusahaan tambang untuk melakukan hilirisasi. Perusahaan pertambangan tetap harus membangun smelter jika masih ingin mengekspor hasil tambangnya. (Baca: Jonan: Freeport Harus Bangun Smelter)
Perusahaan yang masih memegang Kontrak Karya (KK) harus mengubahnya menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) agar tetap bisa melakukan ekspor tahun depan. Syaratnya perusahaan ini harus berkomitmen membangun smelter terlebih dahulu.
Komitmen ini harus diajukan secara tertulis untuk bisa mendapatkan izin ekspor. Pemerintah akan mengawasi pelaksanaannya. "Setiap tahun harus ada (kemajuan), sampai tahun kelima harus 100 persen (selesai pembangunan smelternya). Kalau tidak, tahun pertama pun akan ada sanksinya," ujar Darmin saat ditemui di Kantornya, Jakarta, Kamis (22/12).
Darmin memastikan setiap tahun pemerintah akan mengevaluasi perkembangan pembangunan smelter yang dilakukan perusahaan. Bahkan, dia mengancam jika tahun pertama pembangunan smelter ini tidak terealisasi, maka pemerintah tidak akan segan-segan untuk menghentikan dan mencabut izin ekspornya. (Baca: Pemegang Kontrak Karya Bisa Ekspor Konsentrat setelah Ubah Kontrak)
Meski memberikan kelonggaran ekspor, pemerintah pun tetap harus menerima keuntungan lainnya. Pemerintah tetap akan mengenakan bea keluar untuk setiap mineral mentah yang diekspor. Namun, kata Darmin, hal ini masih dalam tahap pembahasan.
Dalam pembahasannya saat ini, kemungkinan pemerintah juga akan menaikkan tarif bea keluar hasil tambang ini. “Kelihatannya begitu, tapi itu Menteri Keuangan dan Menteri ESDM lah yang memutuskan," ujar Darmin.
Polemik Freeport Indonesia dengan pemerintah kini sudah mereda. Hal tersebut ditandai dengan hadirnya CEO Freeport McMoran Richard Adkerson yang bertemu Menteri ESDM Ignasius Jonan untuk mencabut rencana gugatan arbitrase dari Freeport.
SEKITAR 60 ribu hektare lahan di Provinsi Bangka Belitung sudah sangat kritis dan lebih dari 150 ribu hektare kritis akibat aktivitas pertambangan timah.
Pemerintah tengah memfokuskan pengembangan industri berbasis smelter khususnya berbasis bijih nikel dan stainless steel di kawasan Indonesia Timur. Salah satu fokus pengembangan adalah Kawasan Industri Morowali yang dikelola oleh PT Indonesia Morowali Industrial Park (PT IMIP), berlokasi di Kabupaten Morowali, Provinsi Sulawesi Tengah.