Dirjen Minerba Sebut Izin Ekspor Merupakan Insentif
Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) belum perlu diterbitkan terkait pemberian izin ekspor mineral. Namun, belum bisa dipastikan payung hukum untuk legalitas ekspor tersebut.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian ESDM, Bambang Gatot, mengatakan, situasi sektor pertambangan mineral belum bisa dikatakan genting. Oleh sebab itu, lanjut dia, pihaknya masih mengkaji jenis beleid yang memberikan izin ekspor.
"Belum (genting). Payung hukum kami timbang yang penting tidak bertentangan dengan UU Minerba," kata Bambang di Jakarta, Senin (31/10).
Bambang menuturkan, izin ekspor yang diberikan pasca 12 Januari 2017 merupakan bentuk insentif yang diberikan pemerintah. Hal ini agar pembangunan fasilitas pemurnian mineral (smelter) di dalam negeri cepat rampung. Dia menyebut insentif lantaran pemberian izin ekspor itu dilakukan secara terbatas baik kuota maupun batas waktu.
"Jadi ini insentif. Bukan relaksasi karena seolah-olah itu dibuka dan tidak terbatas tanpa persyaratan. Insentif bersifat kondisional. Tidak semua komoditas," ujarnya.
Namun Bambang belum bisa membeberkan jenis komoditas mineral yang bakal mendapat insentif tersebut. Pasalnya hal tersebut masih dalam kajian.
Ekspor mineral mentah sudah dilarang sejak 11 Januari 2014 silam atau lima tahun sejak diundangkanya Undang-undang Minerba. Namun, pemerintah masih memberi kesempatan bagi konsentrat untuk diekspor hingga awal 2017.
Batas waktu selama tiga tahun itu agar pelaku usaha bisa memiliki waktu yang cukup untuk membangun smelter di dalam negeri. Pada 12 Januari 2017 merupakan batas akhir izin ekspor konsentrat tersebut. Artinya hanya mineral hasil pemurnian saja yang diizinkan ekspor. Namun jelang pemberlakuan ketentuan itu pembangunan smelter belum signifikan.
Polemik Freeport Indonesia dengan pemerintah kini sudah mereda. Hal tersebut ditandai dengan hadirnya CEO Freeport McMoran Richard Adkerson yang bertemu Menteri ESDM Ignasius Jonan untuk mencabut rencana gugatan arbitrase dari Freeport.
SEKITAR 60 ribu hektare lahan di Provinsi Bangka Belitung sudah sangat kritis dan lebih dari 150 ribu hektare kritis akibat aktivitas pertambangan timah.
Pemerintah tengah memfokuskan pengembangan industri berbasis smelter khususnya berbasis bijih nikel dan stainless steel di kawasan Indonesia Timur. Salah satu fokus pengembangan adalah Kawasan Industri Morowali yang dikelola oleh PT Indonesia Morowali Industrial Park (PT IMIP), berlokasi di Kabupaten Morowali, Provinsi Sulawesi Tengah.