News

ESDM Ganti Istilah 'Relaksasi' Ekspor Tambang Mentah Jadi 'Insentif'

ESDM Ganti Istilah
Jakarta - Kementerian ESDM telah memfinalisasi revisi Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2014, tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara (PP 1/2014).

Dalam PP 1/2014, relaksasi ekspor konsentrat dibatasi sampai 11 Januari 2017, dan setelah itu hanya mineral yang telah melalui proses pemurnian yang bisa diekspor, tidak ada lagi ekspor konsentrat alias mineral setengah jadi yang masih terhitung mentah. Tujuannya mendorong hilirisasi mineral yang menciptakan nilai tambah di dalam negeri.

Melalui revisi aturan ini, ESDM akan memperpanjang relaksasi ekspor konsentrat antara 3 sampai 5 tahun sejak PP baru diberlakukan. Aturan baru rencananya disahkan dalam waktu dekat, artinya pelonggaran bakal diberlakukan sampai 2021. Tapi tak hanya konsentrat saja, ESDM juga ingin membuka keran ekspor beberapa jenis mineral mentah yang belum diolah sama sekali di dalam negeri.

Dirjen Minerba Kementerian ESDM, Bambang Gatot Aryono, mengungkapkan istilah 'relaksasi' juga akan diganti menjadi 'insentif' dalam aturan baru yang akan diterbitkan.

"Kami tidak menyebut relaksasi, tapi insentif. Kita pertimbangkan situasi tiap komoditi, mesti ada yang diberi insentif, tapi komoditi lain tidak diberikan. Persyaratannya untuk mendapat insentif adalah membangun smelter," kata Bambang, dalam jumpa pers di Hotel Royal Kuningan, Jakarta, Senin (31/10/2016).

Dia menjelaskan, istilah relaksasi menyebabkan adanya salah persepsi di masyarakat. Seolah-olah ekspor tambang mentah dibuka lebar-lebar begitu saja tanpa persyaratan. Menurutnya, kata insentif lebih tepat untuk menyebut kebijakan ini.

Sebab, ini hanya diberikan pada pengusaha tambang yang berkomitmen membangun smelter. Izin ekspor pun ada kuotanya dan hanya berlaku dalam jangka waktu yang terbatas. Smelter harus selesai dibangun sebelum batas waktu yang telah ditetapkan.

"Kalau relaksasi itu pengertiannya seolah-olah dibuka tidak terbatas tanpa persyaratan. Sekarang ada persyaratan, waktu dan jumlahnya terbatas, juga tidak untuk semua komoditi," ujarnya.

Sampai saat ini, pemerintah masih mengkaji kira-kira komoditas tambang mentah apa saja yang akan dibuka keran ekspornya. Untuk komoditas yang smelternya sudah cukup banyak, harganya perlu dikendalikan karena sedang anjlok, tentu akan tetap ditutup ekspornya.

"Kita sekarang sedang mengevaluasi. Yang menjadi pertimbangan (untuk pembukaan ekspor), apakah smelter yang dibangun kita anggap sudah cukup, daya dukung lingkungan, dan pengaruh keekonomian dari komoditi tersebut. Saya belum bisa menyebutkan komoditi mana saja yang dapat insentif," pungkasnya. (wdl/wdl)

Latest News

Polemik Freeport Mereda Pengamat Jangan Ada Dusta di Antara KeduanyaPolemik Freeport Mereda, Pengamat: Jangan Ada Dusta di Antara Keduanya
Polemik Freeport Indonesia dengan pemerintah kini sudah mereda. Hal tersebut ditandai dengan hadirnya CEO Freeport McMoran Richard Adkerson yang bertemu Menteri ESDM Ignasius Jonan untuk mencabut rencana gugatan arbitrase dari Freeport.
Hijaukan Lahan Eks Tambang untuk Kurangi Ketergantungan Hijaukan Lahan Eks Tambang untuk Kurangi Ketergantungan
SEKITAR 60 ribu hektare la­han di Provinsi Bangka Belitung sudah sangat kritis dan lebih dari 150 ribu hektare kritis akibat aktivitas pertambangan timah.
Kemenperin Siapkan SDM Industri SmelterKemenperin Siapkan SDM Industri Smelter
Pemerintah tengah memfokuskan pengembangan industri berbasis smelter khususnya berbasis bijih nikel dan stainless steel di kawasan Indonesia Timur. Salah satu fokus pengembangan adalah Kawasan Industri Morowali yang dikelola oleh PT Indonesia Morowali Industrial Park (PT IMIP), berlokasi di Kabupaten Morowali, Provinsi Sulawesi Tengah.
Switch to Desktop Version
Copyright © 2015 - AP3I.or.id All Rights Reserved.
Jasa Pembuatan Website by IKT