ESDM masih Pertimbangkan Antam Minta Relaksasi Ekspor Mineral
JAKARTA – Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bambang Gatot Ariyono akan meninjau pengajuan relaksasi mineral mentah yang diajukan oleh perusahaan tambang milik BUMN, yaitu PT Aneka Tambang (Antam).
Dia mengakui ada beberapa perusahaan, salah satunya PT Antam meminta relaksasi mineral mentah ke Kementerian ESDM. Namun, pihaknya masih akan mempertimbangkan permintaan perusahaan tersebut.
“Ya semua juga ada yang minta, ada yang tidak, nanti kita lihatlah pertimbangannya, gitu kan. Lihat bener seperti apa pembahasannya,” ujar Bambang, Jakarta, Kamis (8/9).
Kendatipun tenggat waktu relaksasi menyisakan waktu tiga bulan, yakni batas akhir ekspor sampai akhir 2016, namun Bambang optimis bahwa dasar pertimbangannya akan membuahkan jalan keluar.
“Tiga bulan ya ngga apapa-apalah. Kita lihat perkembangannya, nanti pasti ada solusi,” tuturnya.
Pasalnya, lanjut dia, kegiatan penambangan yang sudah ada tetap berjalan. “Kondisi eksisting sekarang tetap berjalan kan?”.
Asosiasi Perusahaan Industri Pengolahan dan Pemurnian Indonesia (AP3I) menolak rencana pemerintah yang akan menerapkan relaksasi ekspor mineral olahan atau konsentrat di tahun 2017. Pasalnya, kebijakan relaksasi ekspor ini dinilai bertentangan dengan undang-undang (UU) No 4/2009 tentang Pertambangan Minerba.
Ketua Umum AP3I, Prihadi Santoso mengatakan batas waktu ekspor mineral olahan atau konsentrat berakhir sampai 12 Januari 2017. Hal itu tertuang dalam aturan turunan UU Minerba, yakni Peraturan Pemerintah (PP) No 1/2014 dan Peraturan Menteri (Permen) ESDM No 1/2014.
“Komitmen pemerintah akan dipertanyakan publik apabila tetap menerapkan kebijakan relaksasi. Pemerintah dianggap tidak serius dan tidak mempunyai konsep yang jelas dalam merealisasikan peningkatan nilai tambah pertambangan melalui kegiatan pengolahan dan pemurnian (smelter),” kata Prihadi di Jakarta, Rabu (7/9).
Untuk diketahui, pemerintah berencana menyelesaikan revisi UU No 4/2009. Melalui revisi itu, pemerintah mengusulkan klausul relaksasi ekspor konsentrat yang direncakan memiliki jangka waktu selama lima tahun.
Polemik Freeport Indonesia dengan pemerintah kini sudah mereda. Hal tersebut ditandai dengan hadirnya CEO Freeport McMoran Richard Adkerson yang bertemu Menteri ESDM Ignasius Jonan untuk mencabut rencana gugatan arbitrase dari Freeport.
SEKITAR 60 ribu hektare lahan di Provinsi Bangka Belitung sudah sangat kritis dan lebih dari 150 ribu hektare kritis akibat aktivitas pertambangan timah.
Pemerintah tengah memfokuskan pengembangan industri berbasis smelter khususnya berbasis bijih nikel dan stainless steel di kawasan Indonesia Timur. Salah satu fokus pengembangan adalah Kawasan Industri Morowali yang dikelola oleh PT Indonesia Morowali Industrial Park (PT IMIP), berlokasi di Kabupaten Morowali, Provinsi Sulawesi Tengah.