Luhut Nilai Keteledoran Pemerintah Sebabkan Smelter Mandek
JAKARTA - Pelaksana Tugas (Plt) Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Luhut Binsar Pandjaitan mengakui bahwa mandeknya pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian konsentrat (smelter) disebabkan karena keteledoran pemerintah. Pasalnya, setelah dikeluarkannya Undang-undang (UU) Nomor 4 tahun 2009 tentang Minerba, pemerintah tidak langsung membuat aturan pelaksanaannya.
Peraturan pelaksanaan hilirisasi dan larangan ekspor mineral mentah tersebut baru dikeluarkan pada 2014, yaitu dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri ESDM nomor 1 tahun 2014. Dalam peraturan tersebut, ekspor mineral mentah hanya diizinkan terhadap perusahaan tambang yang telah berkomitmen membangun smelter, dengan tenggat waktu hingga 2017.
"Kita nggak mau cari siapa yang salah, tapi kita agak terlebar atau agak rakus. Setelah keluar UU Minerba tahun 2009 kita tidak buat peraturan pelaksanaannya," katanya di gedung DPR/MPR RI, Jakarta, Kamis (1/9/2016).
Menurutnya, keterlambatan pemerintah untuk mengeluarkan aturan pelaksanaan hilirisasi tambang, mengakibatkan perusahaan tambang tidak memiliki waktu yang cukup untuk membangun smelter.
"Sehingga semua terlambat. Keterlambatan ini terjadilah beberapa smelter yang bermasalah. Sekarang ini kita perbaiki," imbuh dia.
Oleh sebab itu mantan Menkopolhukam ini memutuskan, untuk kembali melonggarkan ekspor mineral mentah. Bahkan Luhut menginginkan, dalam revisi UU Minerba ekspor mineral mentah tetap dibuka dengan dalih pembangunan program smelter tadi.
"Kita sepakat Desember tahun ini (revisi UU Minerba kelar) harus selesai. Kita lagi bicara teknis nanti dalam 4 tahun ini tergantung berapa persen kalau ada 30% sampai 100%, 70% berapa lama dia capai. Kemudian berapa banyak dia punya hak untuk bisa menyelesaikan," tandasnya.
Polemik Freeport Indonesia dengan pemerintah kini sudah mereda. Hal tersebut ditandai dengan hadirnya CEO Freeport McMoran Richard Adkerson yang bertemu Menteri ESDM Ignasius Jonan untuk mencabut rencana gugatan arbitrase dari Freeport.
SEKITAR 60 ribu hektare lahan di Provinsi Bangka Belitung sudah sangat kritis dan lebih dari 150 ribu hektare kritis akibat aktivitas pertambangan timah.
Pemerintah tengah memfokuskan pengembangan industri berbasis smelter khususnya berbasis bijih nikel dan stainless steel di kawasan Indonesia Timur. Salah satu fokus pengembangan adalah Kawasan Industri Morowali yang dikelola oleh PT Indonesia Morowali Industrial Park (PT IMIP), berlokasi di Kabupaten Morowali, Provinsi Sulawesi Tengah.