Perusahaan Tambang Dapat Waktu Bangun Smelter 5 Tahun
Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah kembali memberikan kesempatan kepada perusahaan tambang untuk membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral (smelter) dalam waktu lima tahun ke depan. Pembangunan smelter ini untuk melaksanakan kebijakan hilirisasi mineral.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mengatakan, pembangunan smelter merupakan syarat bagi perusahaan tambang yang akan melakukan ekspor konsentrat.
Selain membangun smelter, pemerintah juga mengharuskan perusahaan tambang untuk mengubah status Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
"Kalau ditanyakan sampai kapan boleh ekspor, kalau mau ekspor konsetrat harus mengubah KK jadi IUPK. Dengan catatan dalam lima tahun wajib bangun smelter," kata Jonan, di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Kamis (12/1/2017).
Setiap tahap proses pembangunan smelter akan dipantau oleh pemerintah. Setiap enam bulan akan dilakukan evaluasi kemajuan pembangunan oleh lembaga independen.
"Proses pemurnian diatur, dimonitor terus oleh lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah. Setiap tahap pembangunan akan dipantau," tegas Jonan.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot mengungkapkan, penetapan batas waktu pembangunan smelter selama 5 tahun sudah berdasarkan kajian empiris, sehingga dapat dipastikan pembangunan dapat rampung dalam waktu yang ditentukan.
"Penetapan waktu 5 tahun itu sudah berdasarkan kajian empiris, sebenarnya waktu normal pembangunan 3 tahun, jadi cukup untuk pembangunan," tutup Bambang.
Polemik Freeport Indonesia dengan pemerintah kini sudah mereda. Hal tersebut ditandai dengan hadirnya CEO Freeport McMoran Richard Adkerson yang bertemu Menteri ESDM Ignasius Jonan untuk mencabut rencana gugatan arbitrase dari Freeport.
SEKITAR 60 ribu hektare lahan di Provinsi Bangka Belitung sudah sangat kritis dan lebih dari 150 ribu hektare kritis akibat aktivitas pertambangan timah.
Pemerintah tengah memfokuskan pengembangan industri berbasis smelter khususnya berbasis bijih nikel dan stainless steel di kawasan Indonesia Timur. Salah satu fokus pengembangan adalah Kawasan Industri Morowali yang dikelola oleh PT Indonesia Morowali Industrial Park (PT IMIP), berlokasi di Kabupaten Morowali, Provinsi Sulawesi Tengah.