PT Aneka Tambang (Persero) Tbk (ANTM) membutuhkan dana sekitar Rp3,5 triliun untuk ekspansi smelter di Pomala, Sulawesi Tenggara.”Kapasitas smelter nikel yang sedang dibangun mencapai 13.500 ton per tahun dan uang hasil ekspor bisa dipakai untuk menambah kapasitas hingga dua kali lipat. Potensi penjualan bijih nikel ke luar negeri, bisa mencapai 15 juta ton per tahun dan kami butuh dana sekitar Rp3,5 triliun," kata Direktur Utama Antam, Tedy Badrujaman di Jakarta, Selasa (4/4).
Tedy menilai, ada 5 juta ton bijih nikel milik Antam yang teronggok karena tidak bisa dijual. Bijih nikel ini berkadar rendah, atau hanya 1,3% hingga 1,5%.“Kebijakan pembatasan ekspor, tidak mendukung prinsip pertambangan yang baik. Antam menjamin pembukaan ekspor tidak akan menghalangi komitmen suplai mineral untuk pasar domestik," papar dia.
Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 6/2017 menetapkan ekspor mineral hanya untuk pengusaha yang berkomitmen membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) di dalam negeri. Kementerian ESDM akan mencabut surat rekomendasi ekspor jika realisasi pembangunan smelter tidak mencapai 90% dari target yang diusulkan perusahaan. (bani)
Pembangunan Smelter Grade Alumina Rrefinary (SGAR) yang memproduksi alumina di Mempawah, Kalimantan Barat memasuki tahap studi kelayakan alias feasibility study. Pembangunan smelter tersebut akan dilakukan oleh PT Aneka Tambang Tbk (Antam) dan PT Indonesia Aluminium (Inalum).
PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) mengajukan tambahan kuota ekspor nikel kadar rendah atau di bawah 1,7% sebesar 3,7 juta ton wet metrix ton (WMT). Padahal, Antam baru saja mengantongi izin ekspor bijih nikel kadar rendah (ore) sebesar 2,7 juta WMT.
Perusahaan tambang timah terbesar kedua dunia, PT Timah, Tbk (TINS) membukukan laba bersih Rp 251,9699 miliar di tahun 2016. DIbanding tahun 2016, laba bersih perseroan naik 150% dimana laba bersih tahun 2015 sebesar Rp 101,5 miliar.