ESDM Minta Freeport Ajukan Lagi Volume Ekspor yang Diinginkan
Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) meminta PT Freeport Indonesia kembali mengajukan permohonan kuota ekspor konsentrat tembaga. Pasalnya tingkat produksi Freeport saat ini berkurang hampir separuhnya.
Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM Bambang Susigit mengatakan rekomendasi izin ekspor bagi Freeport memang sudah diterbitkan sejak 17 Februari kemarin. Namun perusahaan tambang asal Amerika Serikat itu menolak rekomendasi tersebut.
"Jadi rekomendasi tetap sama yang kami berikan. Hanya saja Freeport harus mengajukan kembali kuota ekspor yang diinginkan," kata Bambang di Jakarta, Senin (3/4).
Bambang menuturkan produksi Freeport berkurang selama proses negosiasi dengan pemerintah berlangsung. Dari informasi yang diperolehnya, tingkat produksi bijih tembaga Freeport biasanya mencapai 240 ribu ton per hari. Namun kini produksi bijih di Tembagapura hanya berkisar 110 ribu ton per hari.
Kemampuan produksi tersebut menjadi tolok ukur kuota ekspor yang diperbolehkan. Pasalnya dari jumlah produksi itu dapat diketahui kapasitas input ke fasilitas pemurnian mineral (smelter) di Gresik, Jawa Timur.
"Sebelumnya memang kuota ekspor yang diberikan sekitar 1,1 juta ton. Tapi sekarang kan produksi berkurang selama proses (negosiasi) kemarin," ujarnya.
Freeport kini menyetujui perubahan status dari Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Hanya saja perubahan status itu belum permanen lantaran masih ada yang dinegosiasikan selama 6 bulan ke depan. Pasalnya Freeport menginginkan kepastian fiskal dan jaminan hukum dalam KK dituang ke IUPK. Bila tidak tercapai kesepakatan maka Freeport dapat kembali menjadi KK.
Dengan berstatus IUPK maka Freeport dapat kembali melakukan ekspor konsentrat. Pasalnya pemerintah melarang pemegang KK ekspor mineral hasil pengolahan sejak awal 2017. Hanya pemegang IUPK yang membangun smelter saja diizinkan ekspor konsentrat selama lima tahun ke depan
Chief Executive Officer Freeport McMoRan Richard C. Adkerson sebelumnya menyatakan penolakan terhadap IUPK dan rekomendasi izin ekspor yang diterbitkan Kementerian ESDM. Penolakan itu dilayangkan pada 17 Februari lalu kepada Menteri ESDM. Dia beralasan IUPK yang diterbitkan itu belum mencantumkan kepastian fiskal dan jaminan hukum sebagaimana di dalam KK.
Pembangunan Smelter Grade Alumina Rrefinary (SGAR) yang memproduksi alumina di Mempawah, Kalimantan Barat memasuki tahap studi kelayakan alias feasibility study. Pembangunan smelter tersebut akan dilakukan oleh PT Aneka Tambang Tbk (Antam) dan PT Indonesia Aluminium (Inalum).
PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) mengajukan tambahan kuota ekspor nikel kadar rendah atau di bawah 1,7% sebesar 3,7 juta ton wet metrix ton (WMT). Padahal, Antam baru saja mengantongi izin ekspor bijih nikel kadar rendah (ore) sebesar 2,7 juta WMT.
Perusahaan tambang timah terbesar kedua dunia, PT Timah, Tbk (TINS) membukukan laba bersih Rp 251,9699 miliar di tahun 2016. DIbanding tahun 2016, laba bersih perseroan naik 150% dimana laba bersih tahun 2015 sebesar Rp 101,5 miliar.