logo
Short Landscape Advertisement Short ~blog/2022/2/1/pak prihadi
Bersama Kita Membangun Kemajuan Industri Smelter Nasional
News

DPR tuding Dirjen Minerba ESDM lebih berpihak ke Freeport

DPR tuding Dirjen Minerba ESDM lebih berpihak ke Freeport
Merdeka.com - Anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Mochtar Tompo mengkritik sikap Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Bambang Gatot yang dinilai lebih berpihak kepada PT Freeport Indonesia. Salah satu contohnya bisa dilihat dari kebijakan pemerintah yang masih saja terus memberi izin perpanjangan ekspor konsentrat pada Freeport.

Dalam undang-undang (UU) Nomor 4 tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara, Freeport seharusnya tidak boleh melakukan ekspor mineral apabila belum membangun smelter. Namun kenyataannya beleid tersebut seolah hanya sebuah formalitas karena pemerintah memberi izin ekspor mineral tanpa adanya kejelasan pembangunan smelter.

"Pak Dirjen Minerba beberapa kali hadir menjelaskan ini yang tidak sesuai disampaikan ini. Bapak mewakili pemerintah tentunya tampil untuk membela kepentingan negara. Kesejahteraan rakyat. Jangan kita dipertontonkan dengan sebuah sikap kebodohan yang rakyat pasti sudah tahu," ujarnya di Gedung Nusantara I, DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (7/12).

"Jadi tidak usah dengarkan banyak penjelasan dari Freeport dan Petrokimia seolah diadu ini. Seolah kita dijebak di situ pak. Kita diadu. Habis waktu kita," tambahnya.

Tompo menjelaskan, pemerintah seharusnya konsisten dengan apa yang sudah dinyatakan. Sebab, sudah seharusnya Freeport membangun pabrik pemurnian sesuai perjanjian perpanjangan izin ekspor yang diperpanjang pada 26 Januari 2015 lalu.

"Dirjen minerba tolong lihat baik baik dan pernyataan bapak ini terekam dengan baik di komisi VII, yang pasti penjelasan ini berbeda dengan penjelasan Sudirman Siad waktu jadi menteri pada saat itu, beda juga dengan pak Pak Luhut dan beda dengan Dirjen Minerba. Saya minta ketegasan sikap pemerintah saja. Nggak usah minta banyak penjelasan dengan Freeport. Ini dimasukan tanggal persetujuan 26 januari 2015, ini kan persetujuan yang paling terbaru. Seolah kita berikan kebijakan kemarin. Hampir setahun kita berharap ternyata hanya persoalan ini yang tidak jelas ini. Ini jelas pelanggaran UU," pungkasnya.