logo
Short Landscape Advertisement Short ~blog/2022/2/1/pak prihadi
Bersama Kita Membangun Kemajuan Industri Smelter Nasional
News

Industri Smelter di Morowali Serap Investasi Rp 78 Triliun

Industri Smelter di Morowali Serap Investasi Rp 78 Triliun
MOROWALI, KOMPAS.com- Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mendorong percepatan pembangunan Kawasan Industri Morowali, Sulawesi Tengah yang menjadi salah satu prioritas program pengembangan berbasis industri logam.

Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan, kawasan industri terpadu dengan luasan lahan 2.000 hektar ini akan menarik investasi sebesar Rp 78 triliun yang akan menyerap tenaga kerja langsung sebanyak 20 ribu orang, dan tidak langsung mencapai 80 ribu orang.

“Kami terus memacu pembangunan kawasan industri di luar Pulaur Jawa, termasuk di Morowali ini sebagai wujud implementasi arahan Presiden Joko Widodo untuk memfokuskan agenda pemerintah di tahun 2017 pada pemerataan,” ungkap Airlangga Hartarto saat meninjau Kawasan Industri Morowali di Sulawesi Tengah, Rabu (11/1/2016).

Kemenperin, lanjut Airlangga, memfasilitasi pengembangan 14 kawasan industri di luar Pulau Jawa dalam upaya mengakselerasi pemerataan industri sekaligus menciptakan Indonesia sentris.

“Keberadaan industri-industri di kawasan ini akan memberikan multiplier effect bagi perekonomian daerah dan nasional sehingga mampu menyejahterakan masyarakat,” katanya.

Selain itu, Kawasan Industri Morowali turut mendorong langkah pemerintah dalam program hilirisasi yang bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah bahan baku mineral di dalam negeri.

“Oleh karena itu, di kawasan ini difokuskan pada pembangunan industri pengolahan dan pemurnian mineral logam atau smelter dengan bahan dasar nikel,” jelasnya.

Pembangunan smelter

Sejauh ini, perkembangan pembangunan industri smelter nikel dan fasilitas pendukung lainnya di Kawasan Industri Morowali, antara lain telah beroperasinya industri smelter feronikel PT Sulawesi Mining Investment yang berkapasitas 300 ribu ton per tahun sejak Januari 2015.

“Pabrik ini didukung oleh satu unit PLTU dengan kapasitas 2x65 MW. Pada tahun 2015, perusahaan telah menghasilkan nickel pig iron (NPI) sebanyak 215.784,11 ton per tahun,” ujarnya.

Selanjutnya, sejak Januari 2016, telah beroperasi industri smelter feronikel PT Indonesia Guang Ching Nickel and Stainless Steel Industry dengan kapasitas 600 ribu ton per tahun dan didukung oleh satu unit PLTU berkapasitas 2x150 MW.

Pada awal 2016, perusahaan mencatatkan produksi sebanyak 193.806 ton. “Sebagai tahap lanjutan dari PT. Indonesia Guang Ching Nickel and Stainless Steel Industry, saat ini juga telah dilakukan commissioning test pabrik stainless steel dengan kapasitas 1 juta ton per tahun,” ungkapnya.

Selain itu, terdapat pula industri smelter feronikel PT Indonesia Tsingshan Stainless Steel dengan target kapasitas 600.000 ton per tahun dan stainless steel sebanyak 1 juta ton per tahun yang tahap pembangunannya saat ini telah mencapai 60 persen.

“PT. Indonesia Ruipu Nickel and Chrome yang merupakan smelter Chrome juga masih dalam tahap pembangunan dengan progres 60 persen, yang diharapkan pada awal tahun 2018 pabrik ini dapat mulai berproduksi,” ujarnya.

Industri smelter lainnya, yakni PT. Broly Nickel Industry Pabrik Hidrometalurgi dengan kapasitas 2.000 ton per tahun, yang akan dikembangkan menjadi 8 ribu ton per tahun nikel murni sedang dalam uji coba produksi.



Tenaga kerja

Soal tenaga kerja, Menperin mengatakan, penyerapan puluhan ribu tenaga kerja di kawasan yang dikelola oleh PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) ini akan terealisasi jika pabrik stainless steel berkapasitas 2 juta ton dan beberapa industri hilir lainnya telah beroperasi.

“Hingga Desember 2016, kebutuhan tenaga kerja pelaksana di kawasan industri ini mencapai 11.257 orang dan untuk tenaga kerja level supervisor atau insinyur sebanyak 1.577 orang,” ungkapnya.

Sementara itu, diproyeksikan pada tahap kedua periode tahun 2017-2020, penambahan kebutuhan tenaga kerja pelaksana mencapai 10.800 orang dan untuk tenaga kerja level supervisor atau insinyur sebanyak 1.620 orang. “Jumlah tersebut tentunya akan terus bertambah,” tegasnya.

Kehadiran tenaga kerja asing (TKA), menurut Airlangga, perlu diingat bahwa teknologi yang digunakan di industri smelter dibawa langsung oleh investor negara asal.

“Dengan adanya pembangunan industri smelter ini, telah terjadi proses transfer of knowledge melalui pelatihan dan pendampingan oleh tenaga kerja asing kepada tenaga kerja Indonesia (TKI). Misalnya, dalam rangka konstruksi, pemasangan mesin dan peralatan, serta proses produksi,” terangnya.

Ia menegaskan, TKA di industri smelter ini bersifat sementara, terutama hanya saat pembangunan proyek.

“Pada masa konstruksi, perbandingannya untuk TKI 60 persen dan TKA 40 persen. Sedangkan, ketika masa produksi, pada tahun pertama untuk TKI 65 persen dan TKA 35 persen,” ungkapnya.

Setelah masa konstruksi selesai, Airlangga juga memastikan, TKA tersebut akan pulang ke negaranya dan untuk pekerjaan tahap berikutnya dilanjutkan oleh TKI sesuai dengan skill proses pekerjaan selanjutnya.

“Jadi TKA tidak bekerja di Indonesia selamanya,” tegasnya. Bahkan, pada tahun kelima perusahaan beroperasi, dipastikan porsi TKI menjadi 85 persen dan TKA 15 persen.

Vokasi

Airlangga menyampaikan, beberapa industri smelter telah bekerja sama dengan Kemenperin dan perguruan tinggi melalui program pelatihan dan pendidikan vokasi.

“Dari tahun 2015-2017, Pusdiklat Industri Kemenperin telah menyiapkan SDM sektor industri smelter sebanyak 1.200 orang,” ujarnya.

Selain itu, telah dimulai pembangunan Politeknik Industri Logam Morowali Berbasis Kompetensi dan Akademi Komunitas Industri Logam Bantaeng, yang keduanya memiliki konsep kurikulum link and match dengan industri.

Program Diploma II yang ditawarkan berupa program studi Teknologi Perawatan Mesin, Teknologi Listrik dan Instalasi serta Teknologi Kimia Mineral dengan kapasitas 192 orang per tahun.

”Diharapkan ke depannya, interaksi antara para pelaku industri smelter, tenaga kerja dan pemerintah dapat meningkatkan kontribusi industri pada perekonomian nasional yang pada akhirnya meningkatkan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat di Indonesia,”paparnya.