logo
Short Landscape Advertisement Short ~blog/2022/2/1/pak prihadi
Bersama Kita Membangun Kemajuan Industri Smelter Nasional
News

Pelaku Usaha Mineral Minta Kenaikan Royalti Ore Sewajarnya

Pelaku Usaha Mineral Minta Kenaikan Royalti Ore Sewajarnya
JAKARTA – Pelaku usaha pertambangan mineral memahami rencana pemerintah menaikkan royalti mineral mentah (ore). Namun kenaikan itu hendaknya juga mempertimbangkan aspek keekonomian kegiatan pertambangan. Jangan sampai kenaikan royalti malah mengganggu iklim investasi pertambangan.

Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Mineral Indonesia (Apemindo) Ladjiman Damanik mengatakan kenaikan royalti ore sewajarnya saja. Namun dia menyerahkan kepada pemerintah besaran royalti wajar tersebut. “Pemerintah menaikkan royalti ore boleh saja. Tapi harus pro investasi dong,” kata Ladjiman di Jakarta, Rabu (20/4).

Ladjiman menuturkan ore merupakan bahan baku bagi industri pengolahan dan pemurnian mineral (smelter). Kenaikan royalti ore bakal berpengaruh pada harga jual kepada smelter. Apabila royalti terlalu melambung malah merugikan pelaku smelter.

Dia mengingatkan ore hanya bisa diperjualbelikan di dalam negeri. Hal ini seiring dengan kebijakan pemerintah yang melarang ekspor ore sejak Januari 2014 kemarin. Dengan kondisi tersebut maka pemerintah sebaiknya sudah mempertimbangkan berbagai faktor dalam menaikkan royalti ore.

“Saat ini transaksi ore hanya untuk domestik saja. Kalau royalti dinaikkan di luar akal sehat, siapa nanti yang akan bangun industri hilirisasi mineral,” ujarnya. Kenaikan royalti ore tercantum dalam revisi Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2012 tentang Jenis dan Tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Kenaikan royalti ini seiring dengan rencana pemerintah tidak membebankan royalti bagi smelter. Selain itu kenaikan ini mampu meningkatkan pendapatan pemerintah dari sektor pertambangan.

Berdasarkan catatan investor daily, besaran royalti ore berpengaruh pada penerimaan negara. Gubernur Sulawesi Tengah Longki Djanggola pernah mendatangi Kementerian ESDM yang antara lain membahas soal pungutan royalti mineral. Pasalnya di wilayahnya ada smelter yang sudah beroperasi namun tidak signifikan meningkatkan nilai tambah. Prognosa penerimaan negara tidak tercapai. Sedianya diperkirakan penerimaan negara mencapai Rp 400 miliar.

Tapi hanya sekitar Rp 10 miliar lantaran royalti ore lebih rendah ketimbang royalti produk mineral hasil pengolahan. Perbedaan prognosa itu disebabkan juga oleh perhitungan penerimaan dari royalti hasil produk mineral. Padahalsmelter yang beroperasi tersebut berlisensi Izin Usaha Pertambangan (IUI) yang royaltinya dipungut dari ore.

Sumber : www.beritasatu.com