logo
Short Landscape Advertisement Short ~blog/2022/2/1/pak prihadi
Bersama Kita Membangun Kemajuan Industri Smelter Nasional
News

Tanah Jarang dan Nikel Tetap Tak Boleh Diekspor

Tanah Jarang dan Nikel Tetap Tak Boleh Diekspor
JAKARTA - Pelaksana Tugas (Plt) Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Luhut Binsar Pandjaitan memastikan tidak akan memberikan relaksasi ekspor terhadap mineral logam tanah jarang (LJT). Sebab, jenis mineral yang satu ini tergolong sangat langka, ditambah lagi jumlahnya yang tergolong besar di Tanah Air.

"Tapi mengenai logam tanah jarang (material alam) itu tidak akan kita ekspor. Tapi itu barang sangat langka dan kita punya besar sekali," ucapnya saat ditemui di Gedung BPPT, Jakarta, Rabu (12/10/2016).

Atas dasar hal tersebut, jelas Luhut, pihaknya ingin menggiatkan agar perusahaan tambang dalam negeri agar mau memproduksi jenis mineral ini. Walau di sisi lain, perusahaan tambang di dalam negeri juga belum memiliki teknologi untuk mengolahnya. "Walaupun kita belum punya teknologinya. Dan kita mau produksi sendiri sambil menyiapkan teknologinya," tuturnya.

Selain itu, dia mengatakan memiliki pertimbangan sendiri untuk mengkaji aturan relaksasi ekspor terhadap mineral. Alasannya adalah karena berdasarkan hasil laporan yang diterimanya, Indonesia mengontrol nikel dunia sekitar lebih dari 60 persen. Selain Indonesia, Filipina juga berada di posisi yang sama.

"Jadi bukan kajian menyeluruh. Tadi kajian itu mengenai nikel dan bauksit. Ternyata dari hasil laporan itu kita mengontrol nikel itu sampai hampir lebih 60 persen dunia," jelas dia.

Saat ini, China telah mengimpor nikel sekira 40-60 persen dari Indonesia. Namun China sudah selangkah lebih maju dengan membuka industri baja tahan karatnya (stainless steel) di Tanah Air.

"Nah sekarang kita sudah ada investasi hampir Rp5 miliar. Dan sudah sampai turunannya ke stainless steel dan kepada turunan lain yang bisa kita ekspor. Misalnya untuk alat elektronik, kebutuhan semua di sana. Itu kemajuan yang tadinya tidak kita bayangkan," tuturnya.

Oleh karena itu, relaksasi ekspor mineral yang akan diterapkan mulai tahun depan, terutama menyangkut ekspor nikel, dipandang Luhut tidak perlu dilakukan. Sebab, smelter-smelter di dalam negeri diyakini mampu mengolahnya.

"Sekarang kita juga ngapain ekspor lagi kalau dalam negeri kita sudah bisa (olah). Jadi, sekarang sudah ada 22 perusahaan yang mengerjakan, ada smelter besar dan smelter kecil," jelas dia.