logo
Short Landscape Advertisement Short ~blog/2022/2/1/pak prihadi
Bersama Kita Membangun Kemajuan Industri Smelter Nasional
News

Tarik Ulur yang Selalu Berujung Manis

Tarik Ulur yang Selalu Berujung Manis
Tarik ulur rekomendasi surat persetujuan ekspor PT Newmont Nusa Tenggara (PT NNT) akhirnya selesai. Perusahaan asal Amerika Serikat tersebut kini boleh bernafas lega setelah Kementerian ESDM mengabulkan permohonan izin ekspor, kemarin.

Sempat terhenti sejak akhir pekan lalu, ekspor konsentrat tembaga PT NNT akan kembali mengalir dengan jatah sebanyak 419.757 ton. Sedikit lebih rendah dari kuota sebelumnya 430.000 ton. Hanya turun 2,8%.

Dirjen Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono mengatakan, PTNNT di nyatakan sudah memenuhi persyaratan untuk mendapatkan rekomendasi surat persetujuan ekspor (SPE), termasuk kerja sama pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) dengan PT Freeport Indonesia (PTFI).

“Seluruh persyaratannya sudah kami evaluasi dan sudah kami rekomendasikan,” katanya, Selasa (24/5).

Perusahaan yang menambang di Batu Hijau, Nusa Tenggara Barat tersebut dikenakan bea keluar untuk ekspor konsentrat tembaga sebesar 7,5% atau sama dengan yang dikenakan pada periode sebelumnya. Besar an tersebut lebih tinggi diban dingkan PTFI yang bea keluar nya hanya 5%. Seperti diketahui, PTFI men dapat bea keluar 5% karena progres smelter-nya sudah lebih dari 7,5%.

Lalu, mengapa PTNNT yang menyatakan berkerja sama dalam membangun smelter tersebut mendapat bea keluar lebih tinggi? Bambang menjelaskan, hal tersebut sudah sesuai dengan hasil evaluasi. Artinya, kendati smelter-nya sama, bukan berarti perlakuan yang diberikan pada PTNNT mengikuti apa yang diterima oleh PTFI.

Evaluasinya seperti apa atau detailnya bagaimana, enggan diungkapkan secara rinci. Yang jelas, dari besaran bea keluar nya, bisa ditarik kesimpulan bahwa belum ada progres signifikan terkait dengan kerja sama tersebut sejak rekomendasi terakhir diberikan.

Namun, sepertinya hal itu tak menjadi masalah. Toh, Presiden Direktur PTNNT Rachmat Mak kasau yang kemarin mendatangi kantor Ditjen Minerba tak terlalu memusingkan bea keluar tersebut. Setidaknya dia menunjukkan kesan puas telah menerima rekomendasi SPE.

“Fokus kami sekarang memang operasi saja.”

SUDAH SESUAI
Dia juga menyatakan volume ekspor yang diberikan sudah sesuai yang dimohonkan. Menurutnya, wajar saja jika jumlahnya sedikit berkurang karena tingkat produksi konsentrat tembaganya pun diprediksi stagnan di kisaran 700.000 ton.

Jika kita melihat ke belakang, ‘drama’ tarik ulur pemberian rekomendasi ekspor untuk New mont bukan kali pertama terjadi. Bahkan, bukan hanya Newmont saja yang penerbitan rekomendasinya sempat tarik ulur. Freeport juga pernah bernasib sama. Delapan bulan lalu, September 2015, periode izin ekspor yang kedua bagi PTNNT sudah habis.

Alhasil, rekomendasi SPE dari Kementerian ESDM diperlukan untuk memperoleh izin ekspor baru dari Kementerian Perda gangan. Namun, keadaan tampaknya tak sesuai rencana. PTNNT harus menunggu selama 2 bulan hingga November 2015 untuk mendapatkan lagi rekomendasi ekspor. Alasannya, PTNNT saat itu dianggap belum memiliki kerja sama yang jelas dengan PTFI dalam membangun smelter.

Berhubung pembangun utamanya adalah PTFI, PTNNT wajib men jelaskan apa kontribusinya terhadap pembangunan smelter tersebut dalam perjanjian definitive.
Newmont pun mencoba membuat perjanjian definitif dan sepakat berkontribusi US$3 juta, memang sangat kecil dibandingkan dengan nilai proyek smelter yang mencapi US$2,3 miliar.

Jika pada periode-periode sebelumnya PTNNT sudah dinyatakan memenuhi syarat, terutama soal keseriusannya dalam bekerja sama dengan PTFI dalam membangun smelter, lalu menga pa beberapa waktu lalu Kementerian ESDM menyatakan PTNNT belum memenuhi persyaratan, sehingga rekomendasinya ditahan?

Direktur Centre for Indonesian Resources Strategic Studies (Ciruss) Budi Santoso menilai, permasalahan rekomendasi yang berulang dan tidak dipenuhi persyaratannya menunjukkan adanya masalah non-teknis atau targetnya yang tidak realistis.

Intinya, selama belum ada perubah an dalam pola evaluasinya, kejadian tarik ulur penerbitan rekomendasi SPE ini kemungkinan besar bakal terulang lagi yang, hampir pasti, diakhiri dengan pengabulan permohonan dengan alasan persyaratannya sudah terpenuhi.

Sumber : www.bisnis.com