Pak Jokowi, Ini Kendala Laten RI Susah Bangun Smelter Bauksit | News Update | AP3I
News
Pak Jokowi, Ini Kendala Laten RI Susah Bangun Smelter Bauksit
Jakarta, CNBC Indonesia - Fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral (smelter) bauksit yang ada di Indonesia tercatat baru ada dua, yakni milik PT Well Harvest Winning Alumina dan PT Indonesia Chemical Alumina di Kalimantan Barat.
Adapun kapasitas feeding ore dari smelter bauksit tersebut hanya sekitar 6 juta - 7 juta ton ore. Sementara kapasitas produksi bauksit di tanah air ini menembus 30 juta ton (data dari tahun 2020). Itu artinya masih terdapat 23 juta ton kelebihan produksi apabila rencana ekspor bauksit pada tahun ini jadi terlaksana.
Sulitnya membangun smelter bauksit harus menjadi perhatian khusus pemerintah, untuk mendorong niatan atau rencana pemerintah menghentikan ekspor bauksit itu.
Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi), Rizal Kasli menyampaikan bahwa, kendala paling klasik dalam pembangunan smelter bauksit ini adalah terkait finansial dan teknologi.
"Memang masih menjadi isu utama, namun jika portofolio dari perusahaan tersebut cukup bagus, sebenarnya banyak perusahaan dari luar yang bersedia menjadi partner untuk mengembangkan hilirisasi tersebut," ungkap Rizal Kasli kepada CNBC Indonesia, Jumat (4/2/2022).
Tantangan dalam pembangunan smelter bauksit ini adalah apabila produksi dan pasokan alumina dan aluminium yang melebihi permintaan pasar. Sehingga ketergantungan terhadap Pemodal Asing dan Infrastruktur & Rantai Pasok Industri Aluminium belum Optimal.
Sejatinya, kata Rizal, pabrik pengolahan dan hilirisasi mineral yang dianggap cukup berhasil, adalah hilirisasi nikel karena sejauh ini relatif tidak ada isu. Keberhasilan komoditi ini melakukan hilirisasi, layak dijadikan sebagai referensi untuk melakukan hilirisasi atas komoditi lainnya, seperti tembaga, timah, besi, seng, timbal dan mangan.
"Pemerintah sebenarnya sudah cukup banyak memberikan insentif dan fasilitas kepada pelaku usaha yang akan berinvestasi di sektor hilirisasi mineral ini," terang Rizal.
Dari kacamata Rizal, akan ada tambahan tiga smelter bauksit lagi untuk dalam negeri. Menurut asumsinya, kelak dengan terciptanya tiga smelter bauksit tersebut maka kebutuhan bijih bauksit untuk smelter sekitar 9 juta - 10 juta ton. Artinya masih akan ada kelebihan produksi sekitar 13 juta ton.
Sehingga, kata Rizal, masih dibutuhkan sekitar tiga atau empat smelter lagi untuk mengimbangi produksi bijih bauksit saat ini. "Saat ini baru beroperasi 2 smelter/refinery, 2 dalam pembangunan dan 1 dalam tahap studi kelayakan," ungkap Rizal.
Sebelumnya Presiden Ri Joko Widodo (Jokowi) meluapkan kemarahannya terkait dengan ekspor mineral mentah. Jokowi menyampaikan bahwa Indonesia sudah ratusan tahun melakukan ekspor barang mentah tersebut.
Bagi Jokowi, kegiatan ekspor mineral mentah yang terjadi selama ini sangat menguntungkan negara lain. Pasalnya, negara tersebut dapat mengolah bahan mentah dan membuka lapangan pekerjaan untuk banyak orang. Sementara di Indonesia sendiri masih terbuai dengan ekspor mineral mentah sehingga nilai tambah yanag diperoleh sangat minim.
Maka dari itu, untuk mendapatkan keuntungan sendiri, pemerintah tegas akan melarang kegiatan ekspor mineral mentah baik dari yang saat ini nikel, bauksit di tahun 2022 ini dan tembaga pada tahun 2023, serta timah pada tahun 2024.