logo
Short Landscape Advertisement Short ~blog/2022/2/1/pak prihadi
Bersama Kita Membangun Kemajuan Industri Smelter Nasional
News

Pemerintah Patok Harga Nikel, Saham INCO, ANTM, DKFT Menguat Lagi

Pemerintah Patok Harga Nikel, Saham INCO, ANTM, DKFT Menguat Lagi
Bisnis.com, JAKARTA - Saham tiga emiten yang memproduksi nikel melaju di zona hijau pada awal perdagangan Rabu (13/11/2019) setelah Badan Koordinassi Penanaman Modal (BKPM) menyampaikan kesepakatan harga jual bijih nikel maksimal US$30 per ton hingga Desember 2019.

Berdasarkan data Bloomberg, saham PT Vale Indonesia Tbk. (INCO), PT Aneka Tambang Tbk. (ANTM), dan PT Central Omega Resources Tbk. (DKFT) menghijau pada hari ini.

Saham INCO menguat 110 poin atau 3,24% ke level Rp3.510 per saham hingga pukul 9:57 WIB. Sepanjang tahun berjalan, INCO menguat 7,67%.

Sementara itu, saham ANTM menguat tipis 1,83% atau 15 poin ke level Rp835 per saham. Secara year-to-date, saham anggota Holding BUMN Tambang itu naik 8,5%.


Penguatan lebih signifikan dialami oleh saham DKFT. Pasalnya, DKFT naik 16 poin atau 9,3% ke level Rp188 per saham.

Saham DKFT kembali ke zona hijau setelah 10 hari perdagangan sebelumnya terperosok di teritori negatif. Namun, DKFT terkoreksi 38,59% year-to-date.
Baca juga: Aneka Tambang (ANTM) Kucurkan Rp17 Miliar untuk Eksplorasi Tambang

Seperti diberitakan Bisnis, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan harga patokan mineral (HPM) nikel yang senilai US$30 per ton ini berlaku bagi penambang nikel yang akan menjual nikel ore kepada smelter dengan kadar 1,65 persen hingga 1,7 persen karena tak mau melakukan ekspor hingga akhir tahun ini.

Menurutnya, patokan harga nikel itu tidak terpengaruh dengan harga nikel dunia yang tengah naik atau turun. Patokan harga nikel untuk smelter ini sesuai dengan harga internasional China dikurangi transhipment dan pajak, sesuai dengan skema penjualan free on board (FOB).

Sementara itu, berdasarkan data Bloomberg, harga nikel di London Metal Exchange (LME) ditutup amblas 3,86 persen atau 625,00 poin ke posisi US$15.565 per ton, Senin (11/11/2019), melanjutkan melemah di sesi pembuka, sebesar 0,22 persen atau 35,00 poin ke posisi US$16.155 per ton. Level ini menjadi penurunan keenam beruntun dan kerugian terpanjang sejak awal Juni.