logo
Short Landscape Advertisement Short ~blog/2022/2/1/pak prihadi
Bersama Kita Membangun Kemajuan Industri Smelter Nasional
News

Pemerintah Revisi Aturan, Saham Freeport Terjun 3,78 Persen

Pemerintah Revisi Aturan, Saham Freeport Terjun 3,78 Persen
Jakarta, CNN Indonesia -- Investor Freeport McMoran Inc menyambut negatif Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2017 Atas Perubahan Keempat PP Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.

Pasalnya, harga saham induk PT Freeport Indonesia tersebut amblas 3,78 persen dari US$15,87 ke US$15,27 per lembar pada perdagangan Kamis (12/1) di bursa New York, AS.

Di dalam peraturan tersebut, sebenarnya pemerintah masih memperbolehkan pelaksanaan ekspor mineral, tetapi asalkan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan IUP Khusus (IUPK) berkomitmen untuk membangun proses pemurnian mineral (smelter).

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan menyebut, pelaksanaan ekspor mineral merujuk pada pasal 112 ayat 5 di dalam peraturan tersebut, di mana ketentuan terkait diturunkan terhadap Peraturan Menteri ESDM Nomor 6 Tahun 2017. Permen tersebut menyebutkan, ekspor mineral boleh dilakukan pemegang IUP dan IUPK dalam jangka lima tahun sampai smelter selesai dibangun.

Nantinya, pembangunan smelter akan dipantau oleh pihak yang ditunjuk pemerintah dan akan mengevaluasi tingkat kemajuan (progress) smelter dalam jangka waktu enam bulan sekali.

"IUP atau IUPK harus menunjukkan itikad bangun smelter dan pemurnian, ini akan dimonitor oleh pihak yang ditunjuk pemerintah mengawasi tahap-tahap pembangunan. Kalau tidak ada progress, ya setop izin ekspornya," ujar Jonan, Kamis (12/1).

Sementara, PT Freeport Indonesia mengaku telah menggelontorkan dana US$212,9 juta hingga November 2016 untuk membangun fasilitas pemurnian bahan galian tambang (smelter) di lahan milik PT Petrokimia Gresik. Realisasi ini baru mencapai 9,6 persen dari total komitmen investasi smelter perusahaan asal Amerika Serikat (AS) tersebut sebesar US$2,2 miliar.

Direktur Freeport Indonesia Clementino Lamury mengatakan, angka ini sudah diverifikasi oleh lembaga audit Ernst and Young (E&Y). Ia merinci, sebagian besar dana tersebut, atau US$115 juta digunakan sebagai dana jaminan.

Sementara itu, sisa penggunaan dana lainnya adalah untuk menyelesaikan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) sebesar US$50 juta, penyerahan deposito jaminan sebesar US$20 juta, dan kontrak Front End Engineering Design (FEED) sebesar US$10,5 juta. Di samping itu, Freeport juga mengaku telah menyelesaikan pembayaran sewa lahan sebesar US$1,5 juta.

Meski sudah keluar uang banyak, namun Freeport mengakui belum ada pembangunan fisik yang terjadi di lahan tersebut. Sampai saat ini, lanjut Clementino, kesiapan lahan menjadi momok utama dalam melanjutkan proyek itu.

"Jadi memang realisasi lapangan belum terlihat, karena memang di dua lahan yang sedang kami siapkan belum merupakan tanah yang ready. Jadi perlu ada persiapan lahan, perlu direklamasi dan tanahnya walaupun direklamasi perlu ada soil improvement atau perbaikan penguatan lahan," ujar Clementino di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Rabu (7/12/2016). (gir)