logo
Short Landscape Advertisement Short ~blog/2022/2/1/pak prihadi
Bersama Kita Membangun Kemajuan Industri Smelter Nasional
News

Saham Produsen Nikel Sedang Diborong Nih, Ini Penyebabnya

Saham Produsen Nikel Sedang Diborong Nih, Ini Penyebabnya
Jakarta, CNBC Indonesia - Saham-saham emiten nikel menguat pada awal perdagangan hari ini, Jumat (17/12/2021), di tengah kenaikan harga nikel dalam 2 hari terakhir.

Berikut kinerja saham nikel berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI) pukul 09.17 WIB.

PAM Mineral (NICL), saham +1,43%, ke Rp 71/saham

Harum Energy (HRUM), +0,69%, ke Rp 10.975/saham

Vale Indonesia (INCO), +0,43%, ke Rp 4.630/saham

Timah (TINS), +0,34%, ke Rp 1.495/saham

Saham NICL memimpin kenaikan sebesar 1,43% ke Rp 71/saham, setelah kemarin stagnan.
Baca: Omicron Masih Bikin Jiper, IHSG Merah!

Saham HRUM naik 0,69%, melanjutkan penguatan dalam 2 hari terakhir. Saham ini terkerek 3,32% dalam sepekan, dan dalam sebulan melesat 22,13%.

Tidak ketinggalan, saham INCO juga terapresiasi 0,43%, rebound dari koreksi selama 2 hari beruntun.

Saham emiten pelat merah TINS pun naik 0,34% ke Rp 1.495/saham, menghentikan tren pelemahan dalam 3 hari beruntun.

Pagi ini, harga nikel di London Metal Exchange (LME) menguat 0,25% ke US$ 19.692,50/ton. Kemarin, harga nikel melesat 2,75%. Kenaikan dalam 2 hari terakhir terjadi setelah mengalami tren penurunan selama 5 hari beruntun.

Harga nikel berhasil bangkit dari keterpurukan karena pasokan yang kian ketat. Permintaan dari energi hijau yang diprediksi meningkat jadi pendorong laju nikel.

Baca: Pasokan Mampet, Harga Timah Nyaman di Puncak

Persediaan nikel di gudang Bursa Logam London pada 15 Desember 2021 tercatat 106.998 ton. Jumlah ini turun 59,56% dibanding bulan April yang merupakan puncak persediaan tahun ini.

Mengutip laporan International Nickel Study Group (INSG) pasar nikel global pada sepuluh bulan pertama 2021 mengalami defisit. Ditaksir defisit pasokan nikel mencapai 165.500 ton dibandingkan surplus 88.500 ton pada periode yang sama tahun 2020.

Defisit terjadi karena konsumsi sebesar 2.307.900 ton lebih besar dari produksi sebesar 2.142.400 ton.

Chen Ruirui, analis Antaike, memperkirakan neraca pasokan nikel akan bergerak dari dari defisit 25.000 ton pada tahun 2021. Namun pada tahun 2022 akan menjadi surplus 45.000 ton tahun 2022.

Permintaan nikel jangka panjang akan diuntungkan dari kemajuan sektor kendaraan listrik yang didorong oleh insentif pemerintah di seluruh dunia.
Baca: Persediaan Anjlok 69%, Nikel Bangkit Setelah Seminggu Anjlok!

Skenario tersebut memperkirakan konsumsi nikel dalam baterai tumbuh di atas 1 juta ton pada tahun 2030. Perkiraan ini mungkin memerlukan revisi lebih lanjut mengingat adopsi netralitas karbon yang lebih ambisius oleh negara di dunia.

"Rantai nilai baterai membutuhkan unit nikel karbon rendah, yang kemungkinan akan mengalami defisit mengingat laju elektrifikasi yang diproyeksikan. Selain itu, peran penting nikel sebagai logam penting untuk ekonomi rendah karbon semakin ditingkatkan dengan penggunaannya yang terus meningkat dalam energi terbarukan," kata Nornickel.