Kementerian Perindustrian memproyeksikan adanya pertumbuhan industri logam pada tahun ini. Catatan Kementerian menyebutkan, pada kuartal pertama tahun ini akan ada tiga proyek hilir logam yang mulai beroperasi.
Ombudsman Republik Indonesia akan mengundang Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan sebagai pihak penyusun dan pengambil kebijakan dua Peraturan Menteri ESDM, yaitu Permen ESDM Nomor 5 Tahun 2017 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral di Dalam Negeri dan Peraturan Menteri ESDM Nomor 6 Tahun 2017 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pemberian Rekomendasi Pelaksanaan Penjualan Mineral ke Luar Negeri Hasil Pengolahan dan Pemurnian.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memang belum mengeluarkan aturan baru terkait tarif bea keluar ekspor konsentrat. Namun, sejumlah ketentuan dipastikan akan tertera dalam aturan baru nantinya.
Dua smelter senilai Rp 6,4 triliun yang berada di Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan akan segera beroperasi pada 2017 ini. Hal tersebut disampaikan oleh Bupati Bantaeng, Nurdin Abdullah usai menghadiri acara serah terima jabatan Kepala BPK Perwakilan Sulsel di Makassar, Senin (23/1/2017).
Kebijakan Trump. Sebagian besar pelaku usaha di Tanah Air optimistis, bahkan mengincar peluang dari arah kebijakan Presiden Ke-45 AS Donald J. Trump yang bakal lebih protektif terhadap sejumlah mitra dagangnya, terutama China. (Bisnis Indonesia)
Ombudsman Republik Indonesia (ORI) menindaklanjuti laporan yang didaftarkan koalisi masyarakat sipil hari ini, Senin (23/1/2017), terkait dugaan maladministrasi dalam pembuatan regulasi tentang relaksasi mineral.
PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) akan menggenjot konstruksi Proyek Pabrik Feronikel Halmahera Timur (P3FH). Perusahaan tambang pelat merah ini menyiapkan Rp 2,56 triliun untuk belanja modal 2017.
Menurut Suahasil, tarif bea keluar sebesar 10 persen ditetapkan untuk bahan mineral mentah. Sementara untuk yang sudah diolah berdasarkan proses kemajuan pembangunan smelter, tarif akan terbagi dalam beberapa layer.
"Yang 10 persen itu benara-benar untuk raw (mentah). Kalau belum sama sekali diolah, bea keluar paling tinggi. Sedangkan kalau sudah ada kemajuan pembangunan smelter, makin maju progress-nya, bea keluar makin rendah," jelas dia.
Terkait layer, Suahasil menegaskan masih dalam proses diskusi. Hal ini dilakukan untuk memberikan insentif bagi perusahaan tambang dalam pembangunan smelter. Artinya semakin tinggi kemajuan pembangunan smelter, bea keluar yang ditetapkan semakin rendah.
"Layer bisa jadi berubah, ini lagi didiskusikan apakah sama atau ada alternatif yang lain. Pokoknya untuk memastikan perusahaan memiliki insentif mengejar progres. Dikasih insentif, makin tinggi progresnya, maka bea keluar makin rendah," ujar dia.
Sebelumnya, untuk kemajuan fisik smelter nol sampai 7,5 persen, tarif bea keluar ekspor dikenakan 7,5 persen. Sedangkan kemajuan fisik 7,5 persen sampai 30 persen, bea keluar dipungut tarif 5 persen, sementara di atas 30 persen, maka bebas tarif bea keluar.